Rempah-rempah, Komoditas Ekspor Potensial Produk Pertanian Indonesia
Nama
Indonesia di kancah internasional sebagai negara penghasil rempah-rempah
terbaik bukanlah sebuah mitos ataupun isapan jemol belaka. Sejarah mencatat sepanjang
abad ke-16 dan ke-17 keeksotisan nusantara sebagai surga rempah-rempah
mengundang daya Tarik bangsa-bangsa barat untuk memanfaatkan rempah-rempah Indonesia
terutama di maluku. Rempah-rempah merupakan komoditas unggul pada masa itu
dengan rempah-rempah unggulannya yaitu pala, cengkeh, kayu merica, manis, lada
dan jahe. Selain dimanfaatkan sebagai bahan kesehatan alami, rempah-rempah juga
dikenal sebagai utamanya sebagai bumbu racikan masakan.
Masa keemasan komoditas rempah-rempah memang tidak secemerlang di masa lalu tetapi mengembalikan rempah-rempah sebagai komoditas unggulan bukanlah hal yang mustahil seiring meningkatnya ekspor rempah-rempah untuk memenuhi kebutuhan rempah-rempah dunia. Dikutip dari laman perkebunan.litbang.pertanian.go.id upaya untuk meningkatakan masa keemasan tersebut telah digalakan dengan kucuran bantuan dana RP. 200 M untuk pembibitan rempah-rempah khsusunya cengkeh, pala, kayu manis, dan cokelat di maluku dan maluku utara. Menteri Pertanian RI Dr. Ir. H. Andi Amran Sulaiman, MP menegaskan dalam sebuah wawancaranya bahwa atas intruksi presiden bantuan dana yang bersumber dari APBN Rp. 5,5 triluan untuk pengadaan bibit unggul komoditas rempah-rempah dan didistribusikan di berbagai provinsi penghasil rempah-rempah di Indonesia dan tentunya dalam pengawalannya melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Rempah-Rempah sebagai Produk Potensial
Rempah-rempah
saat ini telah masuk dalam kategori 10 produk ekspor potensial dan berada diantara komoditas potensial lainnya yaitu Kulit, dan produk kulit; Perhiasan; perlatan medis, Tanaman Obat; Makanan
Olahan; Minyak Atsiri, Ikan dan Produk Perikanan; Kerajinan ; dan peralatan
kantor menurut Kementerian perdagangan. Potensi rempah-rempah sebagai komoditas menjanjikan didukung oleh besarnya pasar Ekspor di beberapa negara-negara di Eropa dan asia. Tercatat, Amerika serikat menjadi negara
tujuan rempah-rempah tertinggi periode Januari-November 2017 dengan rata-rata
total nilai ekspor yaitu 165,7 juta USD; diikuti berturut-turut Vietnam 97,5 Juta
USD; India 72,8 Juta USD; Belanda 38, 6
juta USD; Jerman 32,1 Juta USD; Singapura 22,9 Juta USD; Perancis 19,1 Juta USD; Jepang
18,5 Juta USD; Malaysia 11,6 Juta USD; dan Pakistan 8,2 Juta USD.
Secara umum, produk rempah-rempah yang diproduksi di Indonesia antara lain lada, pala, vanila, kayu manis, cengkeh, kapulaga dan jahe tetapi yang menjadi produk unggulan ekspor yaitu utamanya lada, pala dan cengkeh yang memilik peranan sentral dalam perekonomian nasional. Kontribusinya tidak saja sebagai sumber devisa negara melainkan juga secara internal sebagai sumber pendapatan bagi petani lokal dan penyerapan tenaga kerja sekaligus mendorong agroindustri pengembangan wilayah dan pelestarian lingkungan.
Lada, Pala, dan Cengkeh
Myristica fragrans Houtt atau umumnya dikenal sebagai pala merupakan rempah-rempah yang pembudidayaannya dapat dilakukan di kebun ataupun tumbuh di pekarangan rumah masyarakat perdesaan di Indonesia. Konon, Pala adalah rempah asli Indonesia yang dapat dijumpai di Pulau Banda dan Maluku. Penyebaran pala cenderung ke Jawa dan Sumatera melalui jalur pelayaran oleh saudagar-saudagar di akhir abad 12.
Budidaya rempah-rempah (Pala) cocok di Indonesia, hal ini disebabkan Indonesia berada dalam wilayah tropik dimana pala dapat tumbuh optimal di wiliyaha lembab hangat dengan populasi tanaman pada kebun-kebun pada ketinggian 500-700 mdpl dengan curah hujan 15o cm dan pada suhu 20-30 C°. adapun kendala-kendala yang seringkali mengancam yaitu hama pengerek batang, anai-anai dan kumbang; dan penyakit tanamanan, seperti cendawan putih, Stignina myristicae dan Collectorichum gloeosporiodes.
Lada, Pala, dan Cengkeh
Lada merupakan komoditas unggul sekaligus seksi dari berbagai jenis rempah-rempah di Indonesia, betapa tidak ! Indonesia kini berada di urutan kedua produsen lada terbesar di Dunia setelah Vietnam yang berada di posisi pertama. Lada, atau merica merupakan komoditas asli dari Ghats barat, Kerala, India secara umum memiliki nilai ekonimis yang tinggi karena banyak dimanfaatkan tidak saja sebagai bumbu-bumbu yang beraroma kuat tetapi juga sebagai obat untuk kanker,radang sendi, kesehatan jantung, dll.
Tanaman yang memiliki nama ilmiah Piper ningrum dapat tumbuh dengan baik dengna curah hujan yang cukup dan pada ketinggian berkisar 600 mdpl dengan kelembaban sekitar 60%-93%. Di indonesia terdapat dua jenis lada yang dibudidayakan yaitu lada hitam dan lada putih dengan produk unggulananya yaitu Lada Hitam Lampung dan Lada putih di bangka atau dikenal sebagai Lada Putih Muntok.
Areal dan produksi lada di Indonesia sebagian besar dikelola oleh Smallholder atau petani setempat dengan total luas areal 167.66 Ha di tahun 2017 dan hanya 4 Ha yang dimiliki oleh pihak swasta. total produksi dari luas areal lahan total yakni 82.964. Dengan kata lain, surplus lada setiap tahunnya terjadi dan oleh karena itu di tahun 2015 volume ekspor lada Indonesia mencapai 58.075 ton senilai 548.193 juta USD.
Lada Putih menjadi komoditas paling diminati oleh negara-negara di Eropa, Amerika, Timur tengah dan Asia dengan total ekspor 19.661.162 Kg senilai 219.627.921USD ke 31 negara di tahun 2015. Lada Hitam menjadi komoditas paling diminati kedua yang di ekspor ke 20 negara termasuk China, Saudi arabia, Amerika dll dengan total ekspor 8.147.204 kg senilai 77.914.398 USD.
Budidaya rempah-rempah (Pala) cocok di Indonesia, hal ini disebabkan Indonesia berada dalam wilayah tropik dimana pala dapat tumbuh optimal di wiliyaha lembab hangat dengan populasi tanaman pada kebun-kebun pada ketinggian 500-700 mdpl dengan curah hujan 15o cm dan pada suhu 20-30 C°. adapun kendala-kendala yang seringkali mengancam yaitu hama pengerek batang, anai-anai dan kumbang; dan penyakit tanamanan, seperti cendawan putih, Stignina myristicae dan Collectorichum gloeosporiodes.
Hingga tahun 2017, Indonesia telah memiliki areal perkebunan Pala seluas 169.587 Ha yang terdiri dari Smallholder 169.103 Ha dan Pemerintah 484 Ha dengan jumlah total produksi 34.602 ton, 32.516 ton dihasilkan oleh Smallholder dan 86 ton dihasilkan oleh Pemerintah. Hal ini tentunya sebuah peningkatan positif jika melihat pada total produksi pada 5 tahun terakhir yang mengalami peningkatan.
Ekspor Pala pada umumnya cenderung positif, terhitung di tahun 2015 total ekspor pala yakni 17.027 ton senilai 100.141 juta USD. Hal tersebut cukup stabil mengingat dalam kurun waktu satu dekade total produksi pala tidak pernah dibawah 11 Ribu Ton. Meskipun demikian antara tahun 1969-2002 tercatat bahwa hanya dua kali yakni di tahun 1993 dan 2000 total produksi pala menyentuh 10 ribuan Ton. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat bahwa teknologi pertanian masih belum menyentuh petani secara menyeluruh.
Di Indonesia cengkeh memiliki empat jenis, yaitu Si kotok, Si Putih, Zanzibar dan Ambon. Cengkeh yang mempunyai nama Ilmiah Syzgium aromaticum merupakan tumbuhan yang diduga berasal dari Indonesia, selanjutnya secara luas dibudidayakan di Amerika, Asia, dan Afrika. Tumbuhan yang dapat tumbuh optimal di ketinggian 0-1000 meter adalah tumbuhan hijau sepanjang tahun (evergreen) yang masa panennya dapat dilakukan pada musim kemarau terutama pada bulan Agustus-Oktober.
Luas areal dan produksi cengkeh dari tahun 1969-2017 mengalami perkembangan yang sangat signifikan di tahun 1969 total luas areal perkebunan Cengkeh yaitu 69.708 Ha, hingga tahun 2017 menjadi 542.750 Ha. begitupun dengan produksi cengkeh mengalami peningkatan tajam dari tahun 1969 total produksi 11.038 Ton menjadi 140.056 ton di tahun 2017. Pulau Sulawesi mencatatkan namanya menjadi wilayah yang memiliki areal dan produksi cengkeh terluas yaitu 245.031 Ha (Luas areal) dan 69.906 Ha (Produksi); Jawa 128.884 (Luas Areal) dan 24.365 (Produksi); Maluku + Papua 66.096 (Areal) dan 25.1345(Produksi); Sumatera 59.701 (Areal) dan 10.976 (Produksi); Nusa Tenggara + Bali 32.641 (areal) dan 7.399 (Produksi); dan terakhir Kalimantan 1.270 (Areal) dan produksi 347 (Produksi) tahun 2017.
Tingkat produksi cengkeh yang tinggi menjadi modal yang baik untuk ekspor cengkeh ke pangsa global. Volume dan nilai ekspor cengkeh dari tahun 1974 hingga 2015 menunjukkan trend postif perkebunan Indonesia sebagai eksportir cengkeh. Ekspor cengkeh tahun 1974 yaitu 64 ton dengan nilai 11 juta USD dan di tahun 2015 yaitu 8.477 ton dengna nilai 24.060 juta USD. Terdapat dua kategori ekspor Cengkeh yaitu Cengkeh (Buah Utuh)dengan total volume 12.291.780 kg dan bernilai 42.641.989 USD; dan cengkeh (dengan) tangaki dengan total volume 12.888.870 kg dan bernilai 46.483.662 USD. 57 negara menjadi tujuan ekspor cengkeh buah utuh dan 30 negara menjadi tujuan ekspor Cengkeh dengan tangkai.
Tantangan Rempah Nasional
Rempah-rempah indonesia bukannya tanpa polemik. Tercatat berbagai persolan muncul baik dari internal maupun eksternal. Pertama, Paket deregulasi dan debirokratisasi yang termuat dalam Permendag No. 75 Tahun 2015 disamping mempermudah petani lokal terkait izin yang dulunya serba lambat dan menjadi lebih efisien turut menimbulkan kecemasan terhadap rempah-rempah impor yang masuk ke Indonesia. Kedua, Produktivitas rendah Lada indonesia yaitu hanay 0,5 ton per hektar dibandingkan dengan vietnam yang mampu menghasilkan 3,2 ton per hektar. Ketiga, belum meratanya program digitalisasi sistem pertanian sebagai upaya untuk menguatkan korporasi pertanian. Keempat, Teknologi untuk mendukung produksi, produktivitas, pascapanen dan perlindungan perkembunan. Kelima, Fluktuasi harga rempah yang cukup besar serta biaya pengolahan yang cukup tinggi. dan Keenam, kondisi alam yang tidak dapat dihindari.
Langkah Strategis Penguatan Rempah Nasional dan Ekspor
9 Agenda Prioritas NAWACITA berasas pada arah dan kebijakan pembangunan nasional yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019 sesuai amanat Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang rencana Pembangun Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019 merupakan langkah perubahan menuju indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Hal ini tentunya harus mampu diterjemahkan oleh kementrian terkait khususnya Kementerian Pertanian melalui direktroatnya masing-masing.
Kementerian Pertanian sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab sekaligus menjadi ujung tombang pertanian Indonesia telah mengupayakan penguatan Rempah Nasional berdaya saing internasional untuk mewujudkan peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan lanjutan sebagaimana termaktub pada program pembangunan perkebunan tahun 2015-2019 . Melalui Direktorat Jenderal Perkebunan dan beberapa sub-direktroatnya, meliputi Direktorat Pembenihan Perkebunan, Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah, Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, Direktorat perlindungan Perkebunan dan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan diharapkan mampu untuk menjawab persoalan-persoalan yang terjadi di dalam Negeri dengan berdasarkan pada produksi dan produktivitas, muta dan hak-hak produk serta upaya untuk menerapkan teknologi tepat guna mendukung rencana pemerintah terkait Revolusi Industri 4.0
Sinergi antar direktorat kementrian Pertanian sangat diharapkan mampu mendukung rencana tersebut. Kementerian Pertanian melalui programnya yaitu penciptaan Teknologi dan Inovasi Bio-Industri Berkelanjutan tahun anggaran 2019 diharapkan dapat menggenjot inovasi teknologi pertanian, kualitas layanan dan infromasi publik dan akuntabilitas kinerja instansi. Hal ini berdampak positif terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan terutama terkait inovasi teknologi untuk peningkatan produksi dan produktivitas.
Di era AEC (Asean Economic Community), Prinsip Pembangunan Perkebunan memerlukan Keterpaduan, Kebersamaan dan Keterbukaan, kedaulatan dan Kemandirian, Berefisiensi Keadilan dan berbasis kearifan lokal agar mencapai tujuan kebermanfaatan dan keberlanjutan bagi perekonomian Nasional dan Kelestarian lingkungan hidup.
Adapun langkah-langkah taktis untuk mewujudkan agenda Prioritas NAWACITA Kementrian pertanian tahun 2015-2019, yaitu :
- Perluasan 1 juta hektar lahan Sawah Baru
- Perluasan areal pertanian lahan kering 1 juta hektar di luar Jawa
- Rehabilitasi 3 juta hektar jaringan irigasi yang rusak
- Pembangunan pasar pertanian
- Penyedian Kapal Pengangkut ternak
- Pengendalian konversi lahan
- Pemulihan Kualitas kesuburan lahan yang airnya tercemar
- Pengembangan 1.000 Desa Mandiri Benih dan terintegrasinya dengan SL-Kedaulatan Pangan
- Pembangunan gudang dengan fasilitas pengolahan pasca panen di tiap sentra produksi
- Bank Pertanian, asuransi pertanian dan UMKM
- Peningkatan kemampuan petani melalui pengembangan 100 Agro Techno Park dan 34 Argo Science Park di 34 Provinsi
- Pengendalian impor pangan
- Reforma agraria 9 juta hektar
- Pengembangan 1.000 Desa Pertanian Organik
- Pengembangan areal pertanian melalui pemanfaatn lahan bekas tambang
- Peningkatan Kemampuan petani, organisasi petani dan pola hubungan pemerintah
- Pelibatan permpuan petani/pekerja sebagai tulang punggung kedaulatan pangan
- Penciptaan daya tarik pertanian bagi tenaga kerja muda
- Pengembangan inovasi teknologi melalui kerjasama swasta, pemerintah dan perguuran tinggi
- Peningkatan akse dan aset petani melalui distribusi aratas tanah petani dan land reform dan program penuasaan lahan terutama bagi petani gurem dan buruh tani
- Pengembangan food estate di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kepulauan Aru.
- Pengembagnan kelapa sawit di wilayah perbatasan di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur.
- Pengembangan Tebu dan Pembangunan pabrik gula di luar Jawa (Sulawesi, NTB dan lainnya)
- Pengembangan sumber air
- Peningkatan Produksi dan ketersediaan beras, jagung, kedelai, tebu, cabai dan bawang merah.
- Rehabilitasi 25 bendungan/waduk hingga tahun 2019
- Integrasi tanaman dengan ternak sapi di lahan perkebunan kelapa sawit, tanaman pangan dan dikawasan Hutan.
Secara garis besar Nawacita tersebut berdampak pula pada peningkatan produksi dan produktivaitas dan hal-hal teknis lainnya. Direktorat Tanaman Semusim dan Rempah menerjemahkan lebih spesfik dengan sasaran Nasional untuk pengembangan tanaman rempah dan sosialisasi dan fasilitasi sertifikasi IG komoditas tanaman rempah yang tidak lain bertujuan untuk meningkatan produksi dan produktivitas, pendapatan petani, pengembangan, dan sosialisasi dan fasilitasi sertifikasi geografis tanaman rempah.
Keterlibatan Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional turut berpartisipasi terutama dalam hal kebijakan dan langkah-langkah sehingga komoditas rempah-rempah Indonesia dapat bersaing di kancah Internasional terutama ke pasar-pasar prospektif, yaitu intensifikasi kegiatan promosi, pengingkatan akses informasi kepada dunia usaha, pengembangan produk, pemberdayaan kelembagaan ekspor, penguatan kerja sama ekspor, dan peningkatan kapasitas pelaku ekspor dalam memasuki pasar global.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh Ditjen PEN yaitu pendirian House of Indonesia (HoI) sebagai wadah untuk memperkenalkan dan menampilkan produk-produk berkulitas Indonesia di berbagai Negara. Kedua, Pendidikan dan Pelatihan Ekspor yang berujuan untuk meningkatkan kapasitas pelaku ekspor Indonesia melalui Balai Besar PPEI yang tindak lanjutnya pada penyelenggaraan kegiatan Coaching Program atau pendampingan pada eksportir maupun calon eksportir Indonesia.
Hal fundamental laiinya yang penting diperhatikan terkait ekspor rempah-rempah nasional yaitu keterlibatan Badan karantina Pertanian selaku unit kerja di jajaran kementerian pertanian. Tugas pokok dari badan karantian yakni sebagai lembaga yang bekegiatan untuk perkarantinaan hewan dan tumbuhan serta pengawasan keamanan hayati hewani dan nabati yang setidaknya meliputi 8 fungsi utama yang berujuan tidak lain untuk menegakkan profesinalitas terhadap pelaksanaan, pengawasan dan penindakan terkait perkarantinana dan pengawasan hayati hewani dan nabati.
dikutip dari laman Karantina.pertanian.go.id Pemeriksaan fisik dan pengujian sampel di laboratorium merupakan rangkaian Standar Operasional Prosedur (SOP) pada setiap media pembawa untuk mencegah masuk dan keluarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) sekaligus mendukung akselerasi ekspor rempah-rempah Indonesia yang berkualitas. Dukung Akselerasi Ekspor untuk Indonesia hebat, dan tentunya tetap lapor Karantina.
Rempah-rempah Indonesia memiliki potensi unggul untuk bersaing dan menjadi komoditas unggul ekspor indonesia. Upaya-upaya untuk mewujudkan hal tersebut akan dan sudah sedang ditempuh yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah khususnya Kementerian Pertanian dalam usahanya untuk revitalisasi, peningkatan produksi dan produktivitas, mutu, dan inovasi teknologi; Peran aktif dari badan karantina untuk pemeriksaan fisik dan pengujian sampel rempah-rempah merupakan hal wajib untuk menjamin kualita rempah-rempah Indonesia di mata internasional. Dan juga Keterlibatan kementerian perdagangan dalam upayanya untuk menjamin ekspor komoditas rempah-rempah nasional di konteks Internasional dengan berbagai program-programnya.
Ayo, Geber Ekspor Produk Petani Kita, Indonesia!
#141KARANTINAMELAYANI
Referensi
Statistik Perkebunan Indonesia : 2015-2017 Cengkeh
Statistik Perkebunan Indonesia : 2015-2017 Pala
Statistik Perkebunan Indonesia : 2015-2017 Lada
Laporan Triwulan 1 Direktorat Jenderal Ekspor Nasional 2017
Pengembangan Tanaman Semusim dan Rempah : Pedoman teknis tanaman semusim Tahun 2016
HAI PERKENAKALKAN APLIKASI TERBAIK UNTUK MENONTON FILM DRAMA KOREA TERLENGKAP DAN MUDAH DIGUNAKAN, DOWNLOAD SEKARANG JUGA APLIKASI MYDRAKOR DI GOOGLEPLAY GRATIS DAN TERBAIK.
ReplyDeletehttps://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main
https://www.inflixer.com/